Loading...
Sunday, January 30, 2011

[Cerpen] Jujur dan Sahabatku

JUJUR DAN SAHABATKU
oleh Navy Nalalugina
Senin, 18 Januari 2010

Halo, Buku Harianku

Hari ini di sekolah, Wali Kelasku, Pak Fauzi mengajari tentang kejujuran. Kata beliau, kejujuran adalah mengatakan yang sebenar-benarnya. Kita tidak boleh melakukan kecurangan untuk kepentingan kita sendiri. Kita tidak menambahi atau mengurangi kebenaran yang ada. Kita juga tidak menutupi kesalahan orang lain atau menuduhkan kesalahan pada orang lain.

Tetapi hari ini aku melihat sahabatku Radit melakukan ketidakjujuran. Ia menyontek pada saat ulangan Sains pada Reza, anak paling pintar di kelasku. Aku melihatnya menatap Reza dengan tajam ketika Reza berusaha menolak. Lalu ia juga mematahkan penggaris milik Effi pada saat istirahat. Tetapi ia tidak mau mengaku dan malah menuduh Johan yang melakukannya, sehingga Effi marah pada Johan. Radit memintaku untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Kalau tidak, ia akan menganggap aku berkhianat dan tidak mau lagi berteman denganku. Sebetulnya aku tidak mau berbohong. Tetapi Radit adalah sahabatku. Menurutmu, aku harus bagaimana?

Selasa, 19 Januari 2010

Aku membicarakan masalah Radit dengan Ayah dan Bunda pada saat makan malam tadi. Menurut mereka sebaiknya aku melaporkan masalah ini kepada Pak Fauzi. Mereka juga memintaku untuk menasehati Radit. Tetapi aku tidak yakin aku bisa melakukannya. Sepertinya Ayah dan Bunda bisa menebak jalan pikiranku.

“Kamu takut pada Radit, Arif?” tanya Ayah. Aku hanya mengangguk.

Ayah tersenyum. “Jika kamu benar, kamu tidak perlu takut. Lagipula sahabat yang baik harus  selalu mengingatkan. Itu kan untuk kebaikan Radit juga.”

“Kalau Radit malah memusuhimu, itu artinya dia bukan sahabat yang baik,“ Ibu menambahkan. “Kalau dia tidak mau berteman denganmu lagi, kamu masih punya teman-teman yang lain, bukan?”

Aku berusaha memasukkan perkataan mereka ke dalam hatiku. Setelah itu, aku mengangguk.. Baiklah, besok aku akan mencoba bicara dengan Radit.

Rabu, 20 Januari 2010

Tadi pagi kelas kami ulangan Sosial. Lagi-lagi aku melihat Radit menyontek pada Reza. Aku sungguh kasihan melihat Reza yang tertekan dengan ulah Radit.  Tetapi  Reza tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika Radit menoleh ke arahku,  aku sempat memolototinya untuk menghentikan perbuatannya. Tetapi ia malah balik menatap tajam seolah-olah mengancamku. Pada saat istirahat, aku menemuinya.

“Kenapa kamu menyontek?” tegurku keras.

“Memangnya kenapa?” Radit malah balik menyemprot. “Kamu keberatan?”

“Kalau kamu ingin mendapat nilai yang baik, seharusnya kamu belajar!” seruku marah. “Aku akan melaporkan perbuatanmu pada Bu Asti!”

“Sok jujur kamu!” balas Radit. Lalu ia meninggalkan aku.

Sebelum pulang, Bu Asti membagikan hasil ulangan Sosial kami. Nilai tertinggi diraih oleh… Radit! Sembilan koma delapan! Ia bahkan mengalahkan Reza, anak yang ia conteki jawabannya. Radit melonjak-lonjak kegirangan dan memamerkan nilainya kepada setiap anak di kelas. Sementara itu, Reza hanya tertunduk  dengan mata berkaca-kaca. Aku merasa sesak. Ini sungguh tidak adil! Aku tidak terima!

Kamis, 21 Januari 2010

Aku mulai merasa bahwa Radit bukan anak yang baik untuk aku jadikan sahabat. Ia tidak jujur. Aku masih teringat kata-kata Pak Fauzi. Kejujuran adalah mengatakan yang sebenar-benarnya. Kita tidak boleh melakukan kecurangan untuk kepentingan kita sendiri. Kita tidak menambahi atau mengurangi kebenaran yang ada. Kita juga tidak menutupi kesalahan orang lain atau menuduhkan kesalahan pada orang lain. Jadi aku memutuskan untuk menemui Pak Fauzi saat istirahat tadi. Di hadapan beliau, aku menceritakan kejadian yang sebenarnya. Setelah itu, Pak Fauzi berkata akan menyelesaikan masalah ini. Hmm… menurutmu, apa yang akan terjadi, ya?

Jumat, 22 Januari 2010

Buku Harian, hari ini aku dan Radit bertengkar hebat di dalam kelas. Awalnya, ia dipanggil oleh Pak Fauzi  ke kantor. Di sana ia dinasehati dan diminta untuk tidak mengulangi perbuatannya. Setelah itu ia kembali ke kelas. Kamu tahu apa yang terjadi? Radit melabrakku di depan anak-anak lain!

“Aku kira kamu sahabatku! Ternyata kamu mengadukan aku ke Pak Fauzi! Dasar sok jujur!” serunya dengan nada tinggi.

“Aku tidak suka dengan perbuatanmu!” teriakku tidak kalah galak. “Perbuatanmu tidak jujur dan menyakiti teman-teman yang lain.”

“Sahabat macam apa kamu? Mulai sekarang aku tidak ingin berteman denganmu lagi!” pekik Radit.

“Tidak apa-apa! Aku juga tidak mau berteman dengan anak yang tidak jujur sepertimu!” aku membalas.

Setelah itu Radit pergi. Buku Harian, kamu tahu apa yang terjadi setelah itu? Reza langsung menghampiriku dan berterima kasih karena telah menolongnya. Johan juga datang kepadaku. Anak itu menganggapku pemberani. Kemudian Effi dan Johan berbaikan. Setelah itu… Hei, semua anak bertepuk tangan dengan keras! Mereka mengelu-elukanku sebagai pahlawan karena kejujuranku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, aku senang bisa menolong teman-temanku. Tetapi aku juga harus kehilangan sahabatku sejak kecil. Aku harus bagaimana, ya?

Sabtu, 23 Januari 2010

Hari Sabtu sekolah libur. Jadi aku menghabiskan hariku dengan membaca. Kebetulan Ayah membelikan beberapa buku komik baru.

Aku sedang asyik membaca ketika tiba-tiba ponselku berbunyi. Sebuah SMS masuk. Aku terkesiap. Ternyata SMS dari Radit. Mau apa dia mengirimku SMS? Bukannya dia sudah tidak mau berteman denganku lagi? Aku membacanya.

Rif, aku menyesal telah memarahimu kemarin. Aku juga menyesal karena sudah menyakiti perasaan teman-teman. Aku minta maaf, ya. Maukah kamu jadi sahabatku lagi?

Buku Harian,
Menurutmu, aku harus bagaimana?

(Cerpen Pemenang I  Lomba Menulis Cerpen Anak Bobo 2010 kategori Guru)

1 komentar:

Anonymous said...

ceritanya sangat menarik ������

 
TOP