Loading...
Sunday, January 16, 2011

[Dongeng] Panji Lumut Raja Perampok

PANJI LUMUT RAJA PERAMPOK
Dongeng : Sokat

Medangsari adalah sebuah kerajaan kecil di tanah Jawa. Suatu ketika, tersiar kabar bahwa Raja Medangsari membutuhkan banyak pemuda untuk menjadi prajurit di kerajaannya.

Kabar tersebut terdengar oleh Panji Lumut, seorang pemuda yang tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari pusat kerajaan. Panji Lumut begitu tertarik mendengar berita itu. Lalu, ia menemui ibunya.

“Izinkan aku pergi, Bu,” kata Panji Lumut setelah menceritakan pada ibunya.

 Sang Ibu menatap Panji Lumut dengan sedih. “Ibu tahu, saat seperti ini pasti akan datang juga. Apalah daya Ibu melawan semangatmu yang telah berkobar.”

Panji Lumut tersenyum dan segera memeluk ibunya. “Ibu tak perlu khawatir, aku akan membuat Ibu menjadi bangga.”

Panji Lumut memang sangat berkeinginan untuk menjadi prajurit kerajaaan. Itulah cita-citanya untuk membahagiakan ibunya semenjak ayahnya tiada.

Keesokan harinya, Panji Lumut siap untuk berangkat. Ibunya berpesan agar Panji Lumut selalu jujur dalam berkata pada siapapun. Panji Lumut mengingatnya dengan sungguh-sungguh.

  Dalam perjalanan, Panji Lumut dihadang oleh kawanan perampok pimpinan Ki Balung. Mereka memang dikenal sering menjegal kelompok pedagang yang lewat. Mereka mengira Panji Lumut salah seorang pedagang. Mereka pun ingin mengambil bekal perjalanan Panji Lumut.

Panji Lumut jelas tak memberikannya. Dia melakukan perlawanan. Ki Balung yang melakukan pertarungan dengannya mendapat pukulan telak di kepala hingga  membuatnya jatuh pingsan.

Hal tersebut membuat kawanan perampok lainnya menyerah. Dan membiarkan Panji Lumut lewat tanpa gangguan. Panji Lumut pun melanjutkan perjalanannya ke istana.

Di sana, sudah banyak pemuda yang ingin mengadu nasib untuk menjadi prajurit di kerajaan. Mereka semua diseleksi dengan ketat. Karena sang Raja hanya membutuhkan para pemuda yang sehat dan kuat.

Panji Lumut begitu antusias mengikuti tahapan seleksi tersebut. Sampai pada satu kesempatan ia ditanya oleh satu prajurit pengawas.

“Adakah orang yang kau kenal di istana?”

Panji Lumut menjawab jujur bahwa tak ada orang yang dikenalnya di istana.

“kalau begitu kau tak bisa menjadi prajurit di sini!”

 Panji Lumut tak mengerti. Dia protes karena merasa dicurangi, tapi sia-sia. Prajurit itu tetap menyuruhnya pulang.

 Panji Lumut melangkah meninggalkan istana kerajaan dengan penuh kecewa. Ia tak percaya usaha dan tekadnya gagal gara-gara ia tak mempunyai kenalan di dalam istana. Ia terus melangkah sampai tak terasa tiba kembali di kawasan para perampok pimpinan Ki Balung.

Ki Balung terkejut melihat kembali kedatangan Panji Lumut. Pemuda yang telah mengalahkannya hanya dengan sekali pukul. Ki Balung mengaku takluk pada Panji Lumut dan mengangkatnya menjadi pemimpin bagi mereka semua.

Panji Lumut tak percaya dengan apa yang terjadi. Tetapi, Ki Balung beserta anak buahnya tetap menginginkan Panji Lumut menjadi pimpinan mereka. Panji Lumut menatap Ki Balung dan anak buahnya  satu per satu, mereka begitu menghargainya daripada para prajurit istana yang melecehkannya.

Maka, Panji Lumut pun setuju menjadi pemimpin kawanan perampok itu. Semua bersorak senang termasuk Ki Balung. Panji Lumut mulai berpikir akan mengajak mereka bekerja dengan cara yang benar.

Dia memerintahkan anak buahnya membangun perkampungan di wilayah perlintasan jalan tersebut. Tujuannya bukan lagi untuk merampok kawanan pedagang yang lewat, tapi memberi kenyamanan bagi mereka.

Panji Lumut pun menyuruh anak buahnya membuka tempat makan agar para pedagang itu singgah. Juga menyewakan tempat tinggal bagi yang mau bermalam. Dari usaha tersebut Panji Lumut dan kelompoknya mendapatkan uang untuk biaya hidup.

“Baru kali ini kami memperoleh uang dari hasil bekerja,” tukas Ki Balung senang.

Panji Lumut tersenyum. Dia memang ingin menjadikan kawanan perampok yang dipimpinnya kembali menjadi orang baik-baik. Bukankah semua orang dapat berubah?

Kawasan perkampungan tempat Panji Lumut dan kawanannya tinggal cepat menjadi ramai dan berkembang. Sekarang mereka sudah bukan perampok lagi. Semua anak buah Panji Lumut sudah menikah dan memiliki usaha. Demikian juga dengan Ki Balung, ia telah menikahi anak seorang pedagang kaya serta punya penginapan.

Akhirnya, Panji Lumut menjemput ibunya untuk tinggal bersama. Ibunya heran melihat putranya begitu dihormati di tempat tinggalnya. Bahkan mereka memanggil Panji Lumut sebagai Raja Perampok.

“Itu kemauan mereka, aku tak memintanya,” kata Panji Lumut setelah menceritakan ihwal sampai ia berada di situ.

“Syukurlah,” ucap Ibu. “Mungkin melalui kau, akhirnya mereka pun menemukan jalan kebenaran.”
Panji Lumut hanya tersenyum. Ia hidup bahagia bersama ibunya, meski tidak jadi mengabdi di istana. Namun, ia sudah cukup puas bisa menjadi raja perampok. Raja dari perampok yang tidak lagi merampok.

*****
Nusa Indah9, 23 Januari 2005
(Bobo No. 17/XXXIII/4 Agustus 2005)

1 komentar:

Aira Kimberly said...

Wah hebat mas Sokat! Ide menjadikan Panji Lumut membuka lapangan pekerjaan yang bener buat para perampok.dengan begitu anak yang membaca jadi tahu bahwa orang jahat pun bisa jadi baik bila mereka mau berubah^_^

 
TOP