Loading...
Sunday, January 2, 2011

[Profil] Iwok Abqary

Iwok Abqary
Si Pemalu yang telah Menelurkan Puluhan Buku

Menyenangkan sekali bisa berkenalan dengan penulis ramah dan murah senyum ini! Iwok Abqary, lahir di Madiun, 28 Desember, karya-karyanya pasti sudah sangat lekat di hati kita semua. Sebagian besar bukunya berkisah tentang warna-warni dunia anak dan remaja. Judul unik dan cerita menggigit menjadi modal buku-buku ini masuk dalam jajaran buku laris. Tengok saja Suster Nengok (Examedia, 2008), Gokil Dad (Gradien Mediatama, 2009), TIKIL (Gagas Media, 2008), Ganteng is Dumb (Gramedia Pustaka Utama, 2009), dan Gokil School Musical (Gradien Mediatama, 2010).

”Waktu SD, saya paling senang pelajaran mengarang. Meski saat itu cerita yang ditulis tidak jauh dari ’Liburan di Rumah Nenek’ hahaha....Kalau orang lain menulis setengah halaman saja sudah setengah mati, saya bisa menulis berlembar-lembar cerita dengan cepat. Sekarang ini saya baru menyadari bahwa alam pikiran saya waktu kecil itu ibarat kotak imajinasi. Begitu kotak dibuka, imajinasi berebut melesat, berkeliaran tanpa henti. Mungkin juga karena ketika kecil saya cenderung pemalu. Tulisan adalah salah satu bentuk komunikasi saya. Kalau anak lain bisa berbagi cerita dengan teman bermainnya, saya berbagi cerita dengan kertas dan bolpoin,” kenang pria penyuka bakso dan segala jenis mie ini.

Di karier kepenulisannya, peran sang ibu (almarhumah Naskah Alimah), jangan dikata. Ibu adalah suporter terhebat yang Iwok miliki. Beliau rela meminjam mesin tik ke sana ke mari agar Iwok bisa mengetik tulisan-tulisan yang sudah ditulis dengan tangan. Kebalikan dengan sang ayah (almarhum M. Rasidi), keinginan Iwok sempat ditentang keras. Ayah yang seorang tentara, tidak suka bila puteranya hanya bergulat dengan kertas, tinta, dan imajinasi. Beliau ingin Iwok melakukan aktivitas motorik kasar seperti saudara-saudara laki-laki yang lain, bahkan kalau bisa berprestasi di bidang itu. Namun lambat laun, syukurlah sang ayah bisa memaklumi. Bahkan beliau akhirnya menjadi promotor terbaik buku-buku Iwok. Dukungan keluarga ibarat bahan bakar yang menjaga bara semangat Iwok untuk terus menelurkan buku. Alhamdulillah, seperti yang kita semua tahu, kini puluhan buku karyanya telah terpajang cantik di rak-rak toko buku ternama.

Meski sehari-hari Iwok memiliki tanggungjawab sebagai pegawai personalia di koperasi sebuah perusahaan telekomunikasi terkemuka di Tasikmalaya, kegiatan menulis tak pernah alpa dari agenda. ”Kalau malam, baru saya nyamar jadi Batman!” kelakar Iwok, tentang jadwal menulisnya. Sedang mood atau tidak, ayah Dhabith Aufa Abqary (7 tahun) dan Rayya Izarra Abqary (2,5 tahun) ini tetap membuka laptop, berusaha menulis kalimat apa pun, sependek apa pun. Tentu saja, semua ’utang’ menulis dituntaskan kala dua cahaya matanya telah terbang ke alam mimpi.

Bagi Iwok, kegiatan menulis sangat istimewa. Ibarat pelaku film/sinetron, seorang penulis harus bisa memainkan berbagai peran (karakter tokoh) dalam sebuah cerita yang ditulisnya, dengan baik. Penulis juga tak ubahnya sutradara yang bisa menghidupkan atau mematikan karakter tokoh. Bahkan, mengutip kalimat Stephen King, penulis bisa menciptakan sebuah dunia sendiri, dunia yang tidak nyata dan hanya bisa ditelusuri dengan daya khayal.

”Kalau soal materi, alhamdulillah, cukup menjanjikan. Banyak penulis yang bisa mengandalkan hidup dari mata pencaharian ini. Media cetak dan industri penerbitan kian menggurita. Jangankan penulis seperti kita-kita, penulis berumur belia (kanak-kanak) saja diberi kesempatan karyanya terbit dalam bentuk buku. Yang harus diingat adalah: konsistensi, kualitas, serta produktivitas,” demikian Iwok, yang lulusan Universitas Padjajaran Bandung ini, buka kartu. ”Ohya, penulis juga harus ’melek’ teknologi lho! Teknologi bisa dimanfaatkan untuk setting cerita, sekaligus menyebarkan informasi seputar tulisan-tulisan kita. Pembaca juga menjadi lebih dekat dengan kita karena adanya fasilitas email, blog, facebook, dan sebagainya,” tambahnya. Betul! Betul! Betul!

PaBers, pengalaman yang lain daripada yang lain sepanjang menjadi penulis adalah ketika Iwok didaulat mentransfer ilmu menulisnya kepada peserta pelatihan penulisan. Rada deg-deg-serrr juga, soalnya Iwok sendiri belajar menulis secara autodidak. Tapi kalau melihat para peserta menikmati betul suguhan materi darinya, suami Rieni Agustina ini senang tak terbilang.
Pengalaman lain yang tak kalah menantang adalah ketika Iwok menulis novel adaptasi dari film King (produksi Alenia Pictures), sebuah film yang terinspirasi spirit pebulutangkis legenda Indonesia, Liem Swie King. Wah, tak semua film dibukukan dan tak semua penulis mendapatkan peluang emas seperti ini lho!

Kebetulan waktu itu, via sebuah penerbit, Iwok mendengar bahwa Alenia Pictures mencari penulis novel King. Iwok mengirimkan biodata dan karya-karyanya ke perusahaan yang digawangi suami-istri Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen itu. Alhamdulillah, diterima! ”Mungkin karena mereka melihat saya biasa menulis buku-buku anak, maka mereka menyerahkan kepercayaan ini kepada saya. Soalnya film King kan bertema keluarga,” jelas Iwok.

Lalu, apa saja kendala menulis novel adaptasi film? “Awalnya saya sok tahu. Saya mengira antara skenario dan film itu sama persis. Pada kenyataannya antara skenario dan film banyak yang berbeda,” jelas Iwok lebih lanjut, sambil membetulkan posisi bingkai kacamatanya. Walhasil, novel ini harus mengalami beberapa kali revisi. Tuntutan dari produser, novel mesti dibuat persis seperti dalam gambaran film tersebut, mulai dari adegan, karakter, serta suasana pemandangan seperti padang rumput savana di Banyuwangi dan Kawah Ijen. Setelah bolak-balik nonton draft film King, melewati beberapa kali diskusi alot, novel King (Gradien Mediatama, 2009) pun rampung dalam kurun waktu sebulan. Yang lebih membanggakan, novel King cetak ulang, hanya setelah beberapa bulan rilis. Keren!

Iwok yang memegang teguh prinsip bahwa penulis tak boleh malas dan dunia menulis adalah dunia kerja keras ini, mengaku masih punya cita yang belum tergapai. ”Menulis novel fantasi dan thriller adalah mimpi saya,” demikian ia menutup pembicaraan.

Nah, PaBers yang ingin kenal Iwok Abqary lebih dekat, si pemalu yang telah menelurkan puluhan buku, silakan mampir ke rumah mungilnya di http://iwok.blogspot.com atau http://iwok.multiply.com. Ditunggu! *** Haya Aliya Zaki

3 komentar:

Nad said...

*garuk2 jidat*

Baru tahu kalo Kang Iwok bertelur. Peace, Kang!

Salut deh sama Kang Iwok. Sepak terjangnya sangat menginspirasi!

dewi cendika (ichen) said...

pemalu??? hallahhh...wkkwkwkw :D

Ratih Soe said...

Bertelur bolehlah, tapi pemalu? *tepok jidat pake oncom*

 
TOP