Loading...
Sunday, January 23, 2011

[Serial Peri Sashi] SAYAP SASHI

SAYAP SASHI
Dewi ‘Icen’ Cendika


Hari ini Sashi, peri kecil yang cantik berulang tahun.

”Selamat ulang tahun, Sayang, sekarang Sashi sudah tujuh tahun, tidak boleh nakal dan cengeng lagi ya,” kata Ayah seraya mencium pipi Sashi.

”Dan tidak boleh suka ngambek,” Ibu menggoda dan gantian mencium pipinya.

”Tapi kado buat Sashi mana?” tanya Sashi lucu.

”Nanti pulang sekolah akan Ibu berikan, sekarang sarapan dulu ya, ada sup bunga kesukaan Sashi,” ujar Ibu lalu menata meja makan.

”Ayah akan belikan Sashi buku ”Belajar Terbang” dan nanti Ayah akan mengajari Sashi terbang,” tambah Ayah.

”Benarkah, Ayah?” Sashi tak percaya. ”Tapi sayap Sashi belum tumbuh, bagaimana bisa terbang?”

”Peri seperti kita ini, Nak, sayap akan tumbuh setelah berumur tujuh tahun. Tapi tidak semua anak mendapatkan sayapnya dengan cepat. Ada yang baru bertahun-tahun sayap nya baru tumbuh. Semua tergantung diri kita sendiri,” Ayah menjelaskan.

Sashi teringat teman-teman di kelasnya. Ada beberapa teman yang telah memiliki sayap namun ada juga yang belum punya padahal ulang tahun ke tujuh mereka sudah lama berlalu.

”Sayap kamu akan tumbuh setelah kamu melakukan tiga kebaikan. Itu syarat yang harus kamu penuhi. ” tambah Ayah.

”Tapi sekarang makan dulu supnya lho, nanti dingin,” Ibu memotong pembicaraan. Sashi sebenarnya masih bingung dan ingin bertanya lagi tapi Ibu mengingatkannya untuk segera sarapan.

Sashi lalu duduk di samping ayahnya dan mulai menyantap sup sambil  memikirkan tiga kebaikan apa yang akan dilakukannya.

Satu minggu berlalu berlalu, namun sayap Sashi belum tumbuh juga. Padahal selama ini Sashi merasa telah melakukan berbagai hal baik, seperti membantu Fia teman sekelasnya mengerjakan PR Matematika, membagi kuenya pada Lia, menyumbangkan pakaian-pakaiannya yang masih bagus untuk teman-teman yang  kurang mampu dan masih banyak lagi yang ia lakukan. 

”Kenapa sayap Sashi belum juga tumbuh ya, Bu, padahal banyak kebaikan yang telah Sashi lakukan,” Sashi mengadu.

”Sabar ya, Nak,” ujar ibu seraya mengelus rambut Sashi dengan sayang.

“Oh ya, buku Belajar Terbang sudah Sashi baca?” tanya ibu.

”Ih. ibu, sayap saja belum tumbuh, malas ah bacanya,” cetus Sashi manyun.

Ibu tertawa dan geleng-geleng kepala melihat Sashi yang tampak sewot.

***

Sashi sedang tiduran di kamar ketika didengarnya suara Ibu memanggil.

”Ibu kenapa?” tanya Sashi. Muka Ibu memang tampak pucat.

“ Ibu pusing, Nak, tolong belikan Ibu obat ke toko Pak Dimo,” pinta Ibu sambil memberikan uang pada Sashi.

“Tapi dari tadi Ibu belum makan. Sashi ambilkan dulu ya,” ujar Sashi. Bergegas dia ke dapur, dan menyiapkan sup untuk ibunya.

“Ibu makan dulu ya sementara Sashi beli obat,” ujar Sashi lalu pamit keluar rumah.

”Mau ke mana Sashi?” Nek Rimbi, wanita tua yang tinggal di depan rumahnya menyapa Sashi yang sedang berjalan dengan langkah cepat.

“Ke  toko obat Pak Dimo, Nek,” jawab Sashi.

”Kamu bisa sekalian menyampaikan pesan Nenek pada Todi, anak yang tinggal di ujung jalan?” tanya Nek Rimbi.

“Iya, Nek,” ujar Sashi sambil mengangguk.

 ”Katakan pada Todi kalau Nenek meminta bantuannya untuk menyiram bunga-bunga di pekarangan rumah Nenek,” lanjut Nek Rimbi.

Sashi melihat ke pekarangan Nek Rimbi. Bunga-bunga di sana tampak hampir layu.

“”Nek, bolehkah kalau  Sashi saja yang  menyiram bunga-bunga itu?” tanya Sashi, ” tapi sekarang Sashi ke toko obat dulu ya, Nek, takut Ibu menunggu lama.”

Nek Rimbi mengangguk senang. Sashi lalu pamit dan berjalan cepat menuju toko Pak Dimo. Di sana dia bertemu Lia yang tampak kebingungan.

”Kamu kenapa?” tanya Sashi.

“Adikku sakit, aku mau membeli obat, tapi uangku hilang di jalan,” Lia tampak sedih.

Sashi merasa kasihan. ”Aku belikan obatnya ya,” hibur Sahi.

”Tapi yang kamu pakai adalah uang ibumu kan?” Lia menolak.

“”Tidak apa-apa, nanti akan Sashi ganti dengan uang tabungan Sashi kok,” kata Sashi cepat. 

Lia menjadi cerah mukanya.  Dan setelah mendapatkan obat untuk ibu dan adik Lia, Sashi berlari pulang.

”Ibu,  ini obatnya.” Sashi mendekati Ibu dan memberikan obat yang dibawanya.

”Terima kasih, Sayang,” ujar Ibu sambil tersenyum. 

Sashi lalu membantu Ibu mengambil segelas air minum dari atas meja.

Tiba-tiba….  

” Hei…. coba lihat di punggungmu, Nak! ” seru ibu.

“Sashi cepat membelakangi cermin dan betapa terkejutnya ia ketika melihat pantulan sayap yang indah terpasang di punggungnya.

“”Ibu, Sashi punya sayap!” seru Sashi gembira. ”Oh…apa  karena tadi Sashi telah melakukan tiga kebaikan, seperti akan menolong Nek Rimbi untuk menyiram bunga dan membelikan obat untuk adiknya Lia?  Tapi satu kebaikan lagi apa  ya?”

”Menolong Ibu membelikan obat dan hmm...bukankah kamu yang menyiapkan sup untuk Ibu?” Ibu tertawa.

Sashi menatap Ibu dengan mata berbinar.

”Tapi, Sayang, Ibu buka rahasia ya, sebenarnya tanpa melakukan tiga kebaikan pun, pada waktunya bila tubuhmu telah siap untuk mempunyai sayap, sayap itu  akan tumbuh dengan sendirinya.  Ayah cuma menggodamu saja, Nak.  Kalau  Sashi  telah membaca buku yang Ayah berikan itu, Sashi akan tahu bagaimana proses memiliki sayap,” tambah ibu.

”Yah...Ayah dan Ibu curang!” Sashi kaget tapi kemudian ia tergelak.

Sashi lalu memeluk Ibunya dengan suka cita. Ah...kado ulang tahun dari Ayah dan Ibu tahun ini sungguh indah, pelajaran berharga yang tak akan ia lupakan.


(Dimuat di Majalah Bravo Ed. I/Februari 2007)
Source  Image : www.gettyimages.com

0 komentar:

 
TOP