Petualangan Osi
Oleh Nancy Sitohang
Oleh Nancy Sitohang
Siang itu, meski mengantuk, Osi tidak bisa tidur. Ia memandangi poster-poster bergambar lumba-lumba di dinding, lalu membuka sebuah buku. Dipandanginya gambar lumba-lumba di dalam buku itu.
“Tuhan, Mama dan Papa sedang bekerja. Kata mereka, pulang sekolah Osi harus tidur siang agar tidak ngantuk,” ucapnya dalam doa selesai membaca buku.
“Tapi, aku tidak ingin tidur siang,” katanya lagi. “Aku ingin bermain dengan lumba-lumba. Aku janji akan rajin belajar, membereskan mainan dan tidak lagi memakai sepatu berhak tinggi Mama ….” Belum selesai berdoa, ia tertidur.
Plok, Osi terduduk di atas pasir. “Aduh!” keluhnya. Sssshh, terdengar suara angin bertiup. Ia melihat ke sekeliling. Ada pasir, ada laut. “Hore, hore, hore! Aku di pantai!” serunya girang. Ia meloncat-loncat di atas pasir.
Byur, byur, Osi mendengar suara. Di tengah laut tampak dua ekor lumba-lumba meloncat ke permukaan dan masuk lagi ke dalam air. Ia tersenyum lebar. “Lumba-lumba.”
Osi berlari ke dalam air dan mulai berenang mendekati kedua lumba-lumba itu.
“Hai, lumba-lumba! Namaku Osi. Senang sekali bertemu dengan kalian,” sapa Osi.
“Hai! Kami juga senang begitu,” kata lumba-lumba yang pertama.
Osi terkejut. “Hah, kamu bisa bahasa manusia?”
“Tidak, kami tidak bisa bahasamu. Tapi, kamu mengerti bahasa kami.”
“Hore, aku bisa berenang dan mengerti bahasa lumba-lumba!” sorak Osi.
“Yuk, kita main!” ajak lumba-lumba yang kedua.
Pertama-tama Osi berenang sambil berpegangan pada sirip belakang seekor lumba-lumba. Kemudian, ia berbaring di atas perut lumba-lumba yang lain sambil berpegangan pada kedua flippernya.
Puas bermain di permukaan air, Osi mengajak kedua teman barunya berenang ke bawah air. Tampak kawanan ikan berwarna-warni berenang hilir mudik. Ada yang besar, ada yang kecil.
Sehabis bermain, mereka berburu makanan.
“Ini, untukmu.” Lumba-lumba pertama memberikan 3 ekor udang kepada Osi.
“Maaf, aku tidak suka makan udang mentah,” kata Osi. “Tapi, kalau udang goreng tepung, aku suka sekali. Nyam!”
“Bagaimana dengan yang ini?” tanya lumba-lumba kedua. Ia menawarkan dua ekor cumi-cumi.
Osi menggeleng dengan cepat.
“Aku juga enggak suka,” katanya. Ia memegangi perutnya. “Aku lapaaaar.”
“Maafkan kami. Makanan kami memang mentah-mentah.”
“Enggak apa-apa. Aku makan di rumah saja,” sahut Osi. Ia ingin segera pulang. Lagipula hari sudah sore. “Aku pulang dulu, ya,” ia berpamitan.
Kedua teman baru Osi mengantarnya kembali ke pantai.
“Sampai jumpa! Terima kasih sudah bermain denganku hari ini!” seru Osi. Ia melambaikan tangan sampai mereka tidak terlihat lagi.
Osi duduk diam di pantai. Ia lapar dan bingung memikirkan cara kembali ke rumah. “Hu, aku lapar. Hu, aku mau pulang,” tangisnya. Kelelahan, Osi tertidur.
“Osi, Osi, bangun, Sayang,” Osi mendengar suara Mama.
Osi membuka matanya. “Mama! Papa!” serunya. Ia memeluk mereka.
“Wah, kamu tidur lama sekali,” kata Mama. “Kecapekan, ya?”
“Tadi aku bermain dengan lumba-lumba di laut, Ma.”
Mama dan Papa tersenyum.
“Terus, Osi lapar. Tapi, aku tidak bisa makan di sana,” cerita Osi dengan semangat. “Soalnya, makanan mereka mentah-mentah.
“Kalau begitu, cepatlah mandi. Kita mau makan sama-sama,” kata Papa.
“Ada udang goreng tepung kesukaanmu, lho,” kata Mama.
“Hore!” sorak Osi.
Mama melihat celana pendek Osi yang kotor terkena pasir. “Tadi Osi dari mana? Kok, banyak pasir begini?” tanya Mama heran. “Tempat tidurmu juga kotor, tuh.”
“Mama, kan aku tadi bilang, aku habis bermain dengan lumba-lumba di laut. ”
(Dimuat di rubrik Dengar Cerita, majalah Ori edisi 8 Tahun IX, Januari 2011)
0 komentar:
Post a Comment