Kenali Penerbit
Perjalanan Panjang “Nasi Goreng Meledak”
(Veronica W.)
Salah satu tips untuk menerbitkan buku adalah kenali karakter penerbitnya. Bagaimana caranya? Sering-seringlah ke toko buku untuk melihat buku-buku terbitan penerbit yang Anda incar. Kalau perlu, berkenalanlah dengan editornya.
Ketika menulis naskah “Nasi Goreng Meledak”, saya memang belum punya bayangan, di mana saya akan menerbitkan naskah tersebut. Yang penting, saya menulis apa yang ingin saya tulis.
Begitu naskah selesai, barulah saya hunting penerbit. Sudah jadi kewajiban untuk menawarkannya pada penerbit intern dahulu (meskipun hanya akan dibayar dengan senyum, hiks!). Naskah saya pun sukses... DITOLAK! Bukan karena jelek (pede!), tetapi karena panjang naskah saya dua kali lipat dari yang mereka butuhkan. Saya tidak mau kalau harus memangkasnya. Bakal garing ceritanya.
Penerbit kedua yang saya incar, tentu saja penerbit besar yang sudah terkenal. Siapa, sih, penulis yang tidak kepingin naskahnya diterbitkan oleh sebuah penerbit besar yang punya jaringan luas? Setelah berbulan-bulan menunggu dan mengontak redaksinya, akhirnya naskah saya... kembali DITOLAK!!
Apakah naskah saya jelek? Saya yakin, tidak (pede lagi!). Kesalahan saya adalah saya tidak melakukan survey pasar, jadi tidak tahu kalau pada waktu itu, penerbit tersebut memang tidak menerbitkan naskah lokal untuk genre yang saya tulis.
Lalu, saya kembali hunting penerbit. Kali ini, saya sudah melakukan survey pasar. Saya mencari penerbit yang memang cocok dengan karakter naskah saya. Bertemulah saya dengan penerbit ketiga. Sebenarnya, ada satu hal yang membuat saya sempat ragu. Untung, seorang teman meyakinkan saya untuk mengontak editornya.
“Kirim saja,” kata sang editor. Saya pun mengirimkan “Nasi Goreng Meledak” padanya.
Apakah naskah saya langsung terbit? Tentu saja... TIDAK!!! Apakah naskah saya jelek? Tentu saja... juga TIDAK! (pokoknya pede!). Rupanya, saya salah kirim!
Penerbit tertentu memang lebih menyukai naskah yang dikirim lewat email. Tetapi, penerbit ini ternyata lebih suka hard-copy. Gimana cara tahunya? Tentu saja dengan mengontak redaksi atau editornya!
Setelah mengirim kembali naskah saya, barulah “Nasi Goreng Meledak” bertemu dengan jodohnya, sehingga bisa berada di tangan Anda sekalian. Naskah selesai di tahun 2008, baru terbit akhir 2010. Lama juga, ya? Yang penting, para pembacanya menyukai ceritanya!
Ketika menulis naskah “Nasi Goreng Meledak”, saya memang belum punya bayangan, di mana saya akan menerbitkan naskah tersebut. Yang penting, saya menulis apa yang ingin saya tulis.
Begitu naskah selesai, barulah saya hunting penerbit. Sudah jadi kewajiban untuk menawarkannya pada penerbit intern dahulu (meskipun hanya akan dibayar dengan senyum, hiks!). Naskah saya pun sukses... DITOLAK! Bukan karena jelek (pede!), tetapi karena panjang naskah saya dua kali lipat dari yang mereka butuhkan. Saya tidak mau kalau harus memangkasnya. Bakal garing ceritanya.
Penerbit kedua yang saya incar, tentu saja penerbit besar yang sudah terkenal. Siapa, sih, penulis yang tidak kepingin naskahnya diterbitkan oleh sebuah penerbit besar yang punya jaringan luas? Setelah berbulan-bulan menunggu dan mengontak redaksinya, akhirnya naskah saya... kembali DITOLAK!!
Apakah naskah saya jelek? Saya yakin, tidak (pede lagi!). Kesalahan saya adalah saya tidak melakukan survey pasar, jadi tidak tahu kalau pada waktu itu, penerbit tersebut memang tidak menerbitkan naskah lokal untuk genre yang saya tulis.
Lalu, saya kembali hunting penerbit. Kali ini, saya sudah melakukan survey pasar. Saya mencari penerbit yang memang cocok dengan karakter naskah saya. Bertemulah saya dengan penerbit ketiga. Sebenarnya, ada satu hal yang membuat saya sempat ragu. Untung, seorang teman meyakinkan saya untuk mengontak editornya.
“Kirim saja,” kata sang editor. Saya pun mengirimkan “Nasi Goreng Meledak” padanya.
Apakah naskah saya langsung terbit? Tentu saja... TIDAK!!! Apakah naskah saya jelek? Tentu saja... juga TIDAK! (pokoknya pede!). Rupanya, saya salah kirim!
Penerbit tertentu memang lebih menyukai naskah yang dikirim lewat email. Tetapi, penerbit ini ternyata lebih suka hard-copy. Gimana cara tahunya? Tentu saja dengan mengontak redaksi atau editornya!
Setelah mengirim kembali naskah saya, barulah “Nasi Goreng Meledak” bertemu dengan jodohnya, sehingga bisa berada di tangan Anda sekalian. Naskah selesai di tahun 2008, baru terbit akhir 2010. Lama juga, ya? Yang penting, para pembacanya menyukai ceritanya!
4 komentar:
Wow...mantabs sharingnya. Lalu..soal judul..tentu ada cerita khusus hingga mengambil judul tersebut?
waaah...insya ALlah, Mbak klo lama perjalanannya akan lebih matang hehehe kyk buah aja, ya, selamat atas terbit bukunya, sukses ya
@BJ: Thanks. Semoga berguna, ya... Judulnya mengambil salah satu cerita di dalamnya.
@mb rani: amiiin. makasih, mbak. semoga cukup matang ya, asal jangan sampai kematengan, hihi... sekuelnya juga udah ada, lho... "Me and Lionel Messi"
aku dah baca bukumu mbak Vero.Dahsyat deh!^__^
kapan buku berikutnya menyusul? FN yang diacc Pak BT dulu sudah terbitkah?
Post a Comment