Senyum Terindah Molly
Oleh: RF.Dhonna
Oleh: RF.Dhonna
Malam bersalju di penghujung musim dingin. Diluar rumah sangat sepi. Molly meringkuk di bawah selimut tebalnya. Angin dingin menyusup pelan, membuat anjing kecil itu semakin menggigil. Ia pun merapat ke perapian. Tak ada yang mengetuk pintu rumahnya untuk meminjamkan mantel hangat, berbagi semangkuk sup tulang yang lezat, atau menikmati roti keju panggang bertabur daging asap. Ia sendirian, benar-benar sendiri. Ibu yang sehari-hari menemaninya sedang pergi ke peternakan di balik bukit sejak siang tadi.
Dipandanginya lagi wajahnya di cermin. Kulit tanpa bulu-bulu lembut, ekor buntung, dan tubuh kurus pendek. Hhh, memang tak menarik! Mungkin inilah yang membuat mereka—teman-teman baru di perkampungan ini—enggan bermain dengannya.
Inilah yang membuat Molly sulit tersenyum. Ia kembali murung. Tak ada yang bisa ia banggakan.
Rasanya ingin sekali kembali ke rumah yang lama, bermain dengan teman-teman lama disana, lalu berburu tulang bersama mereka.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” Tiba-tiba suara Ibu mengagetkan Molly. Ibu sudah pulang rupanya.
“Aku ingin punya teman, Bu. Sudah sebulan kita disini, tapi tak satu pun yang mau bermain denganku…,” ungkap Molly sedih.
“Cobalah kau menyapa mereka lebih dulu,” saran ibu seraya meletakkan sebotol besar susu dari peternakan.
“Tidak, Bu. Kurasa ini karena aku adalah anjing jelek yang tidak berguna.”
“Molly sayang, berhentilah mengatakan itu. ibu yakin, suatu hari nanti mereka pasti senang bermain denganmu,” urai Ibu sambil memeluk Molly. Pelukan Ibu selalu bisa menenangkan hatinya.
“Sekarang minum dulu susu ini, cuci kaki, lalu pergi tidur,” perintah Ibu.
Molly pun meneguk habis susu hangat buatan sang ibu lalu mencuci bersih kedua kakinya.
“Semoga esok menjadi hari yang menyenangkan bagimu.” Ibu melepas Molly ke tempat tidur dengan sebuah kecupan lembut.
“Terima kasih, Bu,” balas Molly sebelum memejamkan mata dan berharap mimpi indah.
* * *
Pagi ini matahari mulai menampakkan diri. Musim semi telah tiba. Kuncup-kuncup bermekaran. Serangga-serangga kecil pun berkerumun di antara bunga-bunga. Garis-garis pelangi di angkasa turut menyempurnakan keindahan pagi.
Molly bergegas keluar rumah. Ia tak ingin melewatkan hari yang cerah ini begitu saja. kaki kecilnya menapaki pinggiran sungai berair jernih, menuju padang rumput.
Ternyata disana ada sekelompok anjing kecil sedang bermain. Suara mereka riuh. Ada yang bermain bola, kejar-kejaran, dan petak umpet.
Molly bersembunyi di balik semak-semak, diam-diam mengamati mereka dari kejauhan. Tiba-tiba lemparan bola mengenai semak-semak tempatnya bersembunyi. Molly terperanjat, hingga tanpa sadar tangannya menangkap bola itu, lalu keluar dari semak-semak. Kini semua mata tertuju pada Molly!
Sejenak Molly terpaku seperti pencuri yang tertangkap basah. Beberapa saat kemudian, Molly mencoba tersenyum kepada mereka. Senyuman Molly tampak sangat manis.
Perlahan Molly berjalan ke arah seekor anjing yang paling cantik, namanya Peny.
“Ini,” Molly menyerahkan bola itu.
“Wah, Molly ya? Ternyata kau baik juga ya,” ujar Peny.
“Kami kira selama ini kau tak mau berteman dengan kami, karena wajahmu terlihat sombong dan menakutkan. Ternyata kau sangat ramah,” puji yang lain.
Molly terkejut. Benarkah ia terlihat seperti itu? Apakah itu karena ia selalu murung dan tak pernah tersenyum?
“Ayo Molly, bergabunglah bersama kami!” ajak mereka serempak.
Molly tak sempat memikirkan jawaban atas pertanyaannya sendiri.
Tanpa ragu lagi, Molly pun bergabung dengan teman-teman barunya. Mereka bermain, bergandengan tangan sambil menyanyi dan menari hingga senja. Bahkan sepertinya Molly sudah lupa pernah menganggap dirinya jelek dan tak berguna.
0 komentar:
Post a Comment